Tahap Pengenalan Program Mentorship Bunda Cekatan

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah kupu-kupu muda baru keluar dari kepompongnya. Setelah melewati masa telur, lalu semedi di kepompong, sekaranglah waktunya terbang cantik jadi kupu-kupu.

Ngapain nih di fase kupu-kupu? Yaaa mempercantik diri donk, mencari madu dan membantu penyerbukan. Di Bunda Cekatan semua itu dikemas dalam program Mentorship yang mana anggotanya belajar untuk jadi mentee dan ditantang untuk menjadi mentor.

Woooow, selalu ada kejutan dan bikin mikir. 

Untuk profil sebagai mentee, saya mengisi tentang kebutuhan makanan saya sesuai peta, yaitu tentang portofolio anak yang dikemas dalam tulisan menarik dan mudah diakses di blog. Dan terkejut donk saat bertemu dengan mentor Menulis Cerita Lucu. Saya memang mencari hal yang menantang untuk memperdalam ilmu-ilmu di peta saya, makanya seneng banget pas ngebayangin nulis portofolio anak dengan bahasa segar yang lucu kaya Arham Rasyid gitu, misalnya hehehehe.

Akhirnya bincang-bincang lah ya, kita. Katanya cerita lucu itu cerita yang sedikit menabrak kaidah. Saya sempat ditanya berkali-kali oleh mentor saya, yakin atau ngga mengambil tema yang beliau bawakan. Sepertinya beliau khawatir saya memilih tema ini karena alasan iseng semata. Eiiits, insyaAllah engga.

InsyaAllah ini memang yang saya butuhkan, pokoknya segala jenis cara menulis biar selalu semangat menulis portofolio anak. Dari mulai yang flat saya sudah coba, ilmiah, anekdot, dan sekarang dengan gaya baru yaitu cerita lucu.

Pada tahap pengenalan dengan mentor ini akhirnya kami menyepakati media dan waktu yang akan digunakan saat diskusi tema menulis tadi , yaitu dengan menggunakan messenger dan waktunya menyesuaikan waktu luang antara saya dan mentor saya. Semoga selesai tahap mentoring ini saya bisa mahir menulis cerita lucu, apalagi kalau bisa membuat kumpulan cerita lucu tentang anak, uhh senangnya hati akika....
Semoga tercapai, doakan saya, ya readers!

Oh ya Mentor Menulis Cerita Lucu saya ini namanya Mba Maftuha Jalal, beliau ini konsisten banget nulis status-status lucu di facebook-nya, temanya lebih banyak tentang anak. Makanya saya ngerasa pas aja gitu. Ini salah satu statusnya di laman Facebook-nya, simak ya...

:: TEBAK-TEBAKAN Part 2 ::

Reksa : Bun, hewan apa yang pinter ngaji?
Bunda : Mmm.. Burung beo. Mungkin yang piara pinter ngaji. Jadi, burung beo niru-niru ngaji. (Jawaban yang terlalu njlimet. Sudah bisa ditebak, kemungkinan besar SALAH 😁)
Reksa : Salah. Hayo, apa?
Bunda : Hewan aneh. (Jawaban andalan kedua. Tinggal tambahi kata "aneh" 😁)
Reksa : Salah.
Bunda : Memange opo to, Mbak?
Reksa : Serigala
Bunda : Hah?!
Reksa : (Reksa langsung ngaji) A'uuuuuudzubillaahi minassyaithonirrojiim. 
Bunda : Hehehe.. Bener juga. 😁

Nanti ada part 3, gaes. Udah kayak sinetron aja. 😁

Itu salah satu contoh status lucu yang beliau buat. Katanya, anak usia Iggo ini justru lagi sering banget 'nyeletuk' hal ajaib yang sayang banget kalau dilewatkan. Bunda bisa kembangin celetukannya itu jadi tulisan lucu yang menarik dibaca. Iiiih, menantang banget ngga sih. Jadi kita Bismilah aja ya.. semoga aja Bunda bisa menaklukannya. Yeaaaah...

Oh ya Bun, kok ngga ngambil mentoring bisnis sih, kan peta nya ada bisnis juga. Yaaa gimana ya, di masa Covid ini sepertinya saya ingin off dulu jualannya, walaupun masih suka share jualan di WA, tp tidak serajin sebelum Covid ini. 

Semoga badai Covid ini segera berlalu ya gaes, jadi saya bisa jualan lagi dengan lebih tenang. Aseeek...

Itu sekilas tentang perjalanan saya mencari mentor...

Nah berikut lika-liku menjadi mentor yang sedang PDKT dengan mentee nya...

Berbeda saat menjadi mentee, memilih untuk menjadi mentor bidang tertentu ternyata lebih sulit. Beneran deh. Saya diminta untuk melihat kemampuan diri juga. Dan begitu sedih ketika sadar bahwa semuanya serba setengah-setengah, serba permukaannya saja. Akhirnya larilah ke sang gurunda, curhat dan minta pencerahan.

Iyaaa, sebegitu ngga pedenya saya sampai sulit untuk menentukan saya 'lebih' di bidang apa.

Suami menyarankan untuk di bidang data, tapi saya minder dan merasa selama ini bisa sebatas yang simpel dan sederhana. Kalau diminta yang rumit, saya juga nyerah. Dia pun geleng-geleng.

Lalu suami kasih ide untuk mementori di bidang tulis menulis. Iiiiwwwh, gila aja sih, mentorin para Bunda Cekatan soal menulis mah cari mati namanya. Saya memang suka menulis, tapi kalau suruh jadi mentor dibidang itu, mending ngumpet aja daaaah.

Ngga kehabisan akal, suami urun pendapat lagi nih, gimana kalau urusan anak, perkembangan anak yang seusia anak kita gitu. Iiihw lagi-lagi cari mati itu mah. Udah masuk level Bunda Cekatan gini, mereka pasti udah jago kalo soal anak, harusnya malah saya yang diajarin sama mereka.

Daaaan, beliau pun menangkap sinyal-sinyal keraguan di mata istrinya. Katanya, "Kalau Bunda selalu melihat kelebihan Bunda ada di bawah orang lain, kemampuan hebat apapun yang Bunda miliki pasti selalu dianggap kekurangan." Jlegeeeer, ni Ayah kalau ngomong emang dikit, tapi nyakitin banget sih. Sini dicium dulu, eaaaa....

Dan saya semedi semalaman donk, bener juga kata gurunda, masa sih ngga ada secuil saja kelebihan yang dimiliki sampai merasa sebegini merananya karena ngga bisa berbagi hal positif ke orang lain.

Akhirnya minta petunjuk pada Sang Maha Segalanya, apapun pilihan terkahir yang diambil, semoga menjadi jalan ibadah yang bermanfaat buat orang lain. Yaaaa, akhirnya saya mengetikkan kata KOMUNIKASI PASANGAN SUAMI ISTRI di kolom mentor di program Mentorship Bunda Cekatan ini. Saya memilih jadi mentor komunikasi pasutri donk. Tutup muka dulu, semoga bisa ya...

Kenapa memilih menjadi mentor hal ini sih? Jadi gaeees saat melahirkan anak pertama di 2013 lalu saya pernah mengalami sulitnya komunikasi dengan suami yang menyebabkan saya mengalami baby blues selama beberapa pekan. Yang malah bertambah parah di beberapa tahun awal pernikahan, suasana hati saya selalu lelah, cape, dan merasa berjuang sendirian.

Kelihatan orang kok biasa aja ya, kaya ga ada masalah gitu? Yaaa, emang sih, Suami bahkan ngga menyadari kalau saya menyimpan begitu banyak dumelan di dalam hati karena mendem emosi gegara kesulitan berkomunikasi dari hati ke hati, saat itu.

Dampaknya apa? Saya jadi merasa perjuangan mengurus anak hanyalah usaha saya sendiri. Perjuangan menjadikan keluarga ini lebih baik hanya oleh saya sendiri. Saya merasa suami hanya tahu urusan cari duit, kasih makan, dan minta jatah. Hal-hal kaya menjadikan rumah tangga ini jadi madrasah pertama anak-anak adalah tanggung jawab saya. Daaaah lah muter-muter disitu. Akibatnya saya gampang cape, sering menyalahkan suami, beberapa kali malah ketus dan sering diemin suami.

Di hadapan anak mungkin saya kaya peri kedamaian yang bikin bahagia, gaes. Pokoknya senenglah, punya Bunda kaya saya. Hingga di 3 tahun pertamanya Iggo, dia tumbuh jadi 'anak mamah' banget. Terlalu lembut, serba disayang, dan aleeem banget lah.

Akhirnya suami sering terkesan menyalahkan saya. Katanya, "Ini nih, gara-gara sama Bundanya dilembutin terus." dan hal-hal semacamnya. Padahal saya sudah berusaha maksimal buat jadi Ibu yang baik buat Iggo.

Hingga, hidayah itu pun datang melalui kalimat seseorang... katanya, "Ingatlah, sebelum menjadi ibu yang baik untuk anak-anak, yang pertama harus dilakukan adalah menjadi istri yang baik untuk suami." Makdeg lah ya saya. Ada tahap yang kelewat donk, gaes. (Terimakasih untuk Sensei Gita).

Dari sanalah saya menyadari ada yang salah dengan diri saya dan dengan komunikasi kami. Hingga Allah memberikan saya kesempatan untuk berkomunikasi dengan seorang ahli. Dalam beberapa sesinya, ia bertanya tentang hal yang saya takutkan selama ini. Dan di hati saya selalu muncul tentang komunikasi dengan suami. 

Setelah dirunut, ternyata benar ada yang salah dengan persepsi saya dan anggapan suami. Beberapa cara akhirnya dilakukan. Sampai akhirnya keluarlah kami dari gerbang tertutup bernama misskomunikasi itu, sampai saat ini. Alhamdulillah.

Pengalaman inilah yang menjadikan saya berani untuk berbagi mengenai tema komunikasi ini, yang ternyata antusiasme dari para Bunda Cekatan sangat luar biasa. Bukan saya namanya, kalau ngga minder menghadapinya. Yang syukurnya selalu mendapat dukungan dari suami, katanya, "Bunda ambil tema yang tepat. Ayolaaah, Bun, tambah lagi porsi percaya dirinya. Ayah yang sekarang ini adalah bukti kesuksesan Bunda, apa masih kurang?" Aaaaah disemangati gini jadi berbunga-bunga deh. Sini cium lagi, asiiik.

Sambil jalan pelan-pelan akhirnya memberanikan diri berkenalan dengan 3 mentee-ku yang luar biasa profilnya. Dengan kisah komunikasi pasutri yang beda-beda setiap mentee-nya. 

Alhamdulillah pelan-pelan saling curhat dan terbuka. Semoga para mentee komunikasi pasutri ini bisa menemukan jalan keluarnya masing-masing ya. Karena saya bukan ahli, bukan konselor keluarga juga, saya hanya membantu karena pernah berada di sisi yang sama. Seberapa banyak para mentee belajar untuk memperbaiki komunikasi dengan pasangan tergantung seberapa besar kalian mau melakukannya.

Eh ya, siapa aja sih mentee nya, Bun? Kita perkenalkan satu persatu ya mentee komunikasi produktif ini, jeng jeng jeng jeng....

Ada Teh Meidiana Wati dari Bandung, ada Mba Siti Rosita Rubbiyanti dari Bekasi dan ada Mba Umi Kulsum dari Bekasi juga.

Baru beberapa hari kenalan kita udah banyak curhat donk, hihihihi... Yaaa gimana ya, temanya tentang komunikasi dengan pasangan yaaa otomatis merembet kemana-mana jadinya.

Semoga selama 8 pekan ke depan kita bisa belajar bersama ya untuk mengungkap misteri komunikasi dengan lelaki... hihihi.... 

Oh ya sesi mentoring tema ini waktunya fleksibel, menyadari tema yang diangkat pun sangat sensitif, jadi memang perlu waktu yang benar-benar luang untuk "curhat". Saya pun memaklumi dan berupaya membantu mereka menjadi versi terbaik mereka.

Semangaaaaat....

Tema bahasannya berat emang, semoga bisa membantu... Bismillahirrahmanirrahim... 

Mari sama-sama belajar

#jurnalke1
#tahapkupukupu
#buncek1
#institutibuprofesional

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[30DEM-DAY14] Endog-endogan

[30 DEM-DAY #8] Burung Kecil dan Pohon Tua

[30DEM-DAY#9] Kurry si Kura Mungil