(NHW #3) Membangun Peradaban dari dalam Rumah
Bismillahirrahmanirrahim
Kami memaknai hal ini dengan lebih menghargai satu sama lain. Ternyata kami memang diciptakan berbeda namun ditakdirkan untuk bersatu. Saya dibesarkan pada keluarga yang utuh, sering komunikasi, saling mengkhawatiri, selalu dipantau, dikontrol, menyebabkan saya tumbuh menjadi sosok Ibu yang ingin selalu melibatkan diri dalam segala aktifitas Iggo.
Sedangkan suami, dibesarkan di keluarga yang sejak kecil sudah kehilangan sosok Bapak dan Ibunya. Tumbuh menjadi pribadi yang dewasa sejak kecil. Hidup berpindah-pindah, dan segudang permasalahan hidup lain, yang saya rasa, saya sendiri tidak akan pernah sanggup jika berada di posisinya. Kenangan masa lalunya itu menyebabkan ia mempercayai, bahwa yang harus ditanamkan pada Iggo adalah bagaimana dia tetap bertahan dengan jati dirinya, dengan prinsip hidupnya, hingga itulah yang bisa menyelamatkannya nanti. Karena kita tidaklah tahu apakah selalu bisa membersamai anak atau tidak.
Moment malam itu akhirnya kami jadikan sebagai moment pembagian peran yang lebih jelas. Masing-masing dari kami berada pada wilayah 'pegangannya'. Satu harapan kami, semoga Iggo mampu menjadi pribadi yang kuat, namun tetap dekat dengan hati kami.
Sumber:
Matrikulasi Institut Ibu Profesional Batch 5 Wilayah Depok 4
Pengalaman pribadi dan keluarga
“Rumah adalah taman dan gerbang peradaban yang mengantarkan anggota keluarganya menuju peran peradabannya”
Rumah adalah pondasi sebuah bangunan peradaban, dimana kita, diberi amanah sebagai pembangun peradaban melalui pendidikan anak-anak. Oleh karena itu sebagai orang yang terpilih dan dipercaya oleh yang Maha Memberi Amanah, sudah selayaknya kita jalankan dengan sungguh-sungguh. Maka tugas utama kita sebagai pembangun peradaban adalah mendidik anak-anak sesuai dengan kehendakNya, bukan mencetaknya sesuai keinginan kita.
Sang Maha Pencipta menghadirkan kita di muka bumi ini sudah dilengkapi dengan “misi spesifiknya”, tugas kita memahami kehendakNya. Kemudian ketika kita dipertemukan dengan pasangan hidup kita untuk membentuk sebuah keluarga, tidak hanya sekedar untuk melanjutkan keturunan, atau hanya sekedar untuk menyempurnakan agama kita. Lebih dari itu, kita bertemu dengan suami dan melahirkan anak-anak, adalah untuk lebih memahami apa sebenarnya “peran spesifik keluarga” kita di muka bumi ini. Hal ini yang kadang kita lupakan, meski sudah bertahun-tahun menikah.
Lalu bagaimana dan darimana kita mengetahui peran spesifik keluarga kita?
Ada beberapa panduan untuk memulai membangun peradaban bersama suami dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, Surat Cinta untuk Ayah
Kita perlu menemukan potensi unik kita dan suami, coba ingat-ingat mengapa dulu kita memilih “dia” menjadi suami kita? Apa yang membuat kita jatuh cinta padanya? Dan apakah sampai hari ini kita masih bangga terhadap suami kita? Langkah mudahnya adalah jatuh cintalah kembali kepada suami dengan membuatkannya surat cinta yang menjadikan kita memiliki "alasan kuat" bahwa ia layak menjadi ayah bagi anak-anak kita. Lalu berikan padanya, dan lihatlah respon dari suami.
Saya membuat surat ini, malam hari, yang pasti menunggu Iggo tidur, menyendiri, dan menyediakan tisu juga. Suami sedang di kamar dan masih asyik dengan hobinya, jadi bersyukur tidak ngerecokin istrinya.
Pernikahan kami, tahun ini masuk ke tahun ke-6. Dan surat ini sukses menjadikannya sebagai surat teremosional yang berhasil saya buat. Haha... Kata-katanya jauh dari kata romantis nan puitis, tapi pendek singkat dan berhasil bikin mata saya sembab. Huhu...
Singkat cerita, saya buat surat cinta ini di G-Docs dan kasih ke suami dalam bentuk link bit.ly (tsaah istri Jaman Now). Perlu sekitar 30 menit sampai suami membukanya sendiri, dia masih perlu menuntaskan war nya terlebih dahulu. Saya bersabar dan TIDAK MARAH demi menjaga atmosfer surat cinta yang sudah menghabiskan hampir setengah boks tisu itu.
Setelah beliau baca, semua masih diam. Sampai akhirnya saya bertanya,
"Gimana? Jelek ya?" saya khawatir, keruwetan tulisan saya mengurangi esensi dan makna surat cintanya sendiri, halaaah.
Dan ternyata beliau begitu senang menerimanya. Kami pun membahas satu per satu point pada surat cinta itu, dan akhirnya sukses membuat kami menghabiskan sisa setangah boks tisu yang tadi. Huhu...
Diakhir sesi haru ini, saya pun menyampaikan ke Ayah, bahwa ini merupakan tugas dari Matrikulasi Institut Ibu Profesional. Tugas kita ternyata begitu mulia, membangun peradaban, dan itu tidak bisa dilakukan sendiri, namun Ayah dan Bunda harus bersinergi bersama. Latar belakang pengasuhan yang berbeda perlu kita jadikan modal untuk betul-betul menjalankan misi spesifik kita dimuka bumi ini, seperti yang pernah saya tanyakan pada Sensei Gita,
Bagaimana bila pola pengasuhan masa kecil yang berbeda menyebabkan cara berkomunikasi pada anak yang berbeda. Satu A, Satu B.Dan Sensei Gita pun menjawab dengan berdasar pada pengalaman Ibu Septi dan Pak Dodik, Kuncinya adalah di penerimaan kita terhadap pasangan. Ketika secara lahir dan bathin kami berdua sudah saling menghargai kehebatan masing-masing, mensiasati kekurangan-kekurangan yang ada pada kami. Hal tersebut memudahkan jalan kami untuk menemukan misi spesifik keluarga. Sehingga kalau misi nya sudah bersatu, maka cara mendidik anak pun menjadi kerja sama yang solid antar ortu.
Kami memaknai hal ini dengan lebih menghargai satu sama lain. Ternyata kami memang diciptakan berbeda namun ditakdirkan untuk bersatu. Saya dibesarkan pada keluarga yang utuh, sering komunikasi, saling mengkhawatiri, selalu dipantau, dikontrol, menyebabkan saya tumbuh menjadi sosok Ibu yang ingin selalu melibatkan diri dalam segala aktifitas Iggo.
Sedangkan suami, dibesarkan di keluarga yang sejak kecil sudah kehilangan sosok Bapak dan Ibunya. Tumbuh menjadi pribadi yang dewasa sejak kecil. Hidup berpindah-pindah, dan segudang permasalahan hidup lain, yang saya rasa, saya sendiri tidak akan pernah sanggup jika berada di posisinya. Kenangan masa lalunya itu menyebabkan ia mempercayai, bahwa yang harus ditanamkan pada Iggo adalah bagaimana dia tetap bertahan dengan jati dirinya, dengan prinsip hidupnya, hingga itulah yang bisa menyelamatkannya nanti. Karena kita tidaklah tahu apakah selalu bisa membersamai anak atau tidak.
Moment malam itu akhirnya kami jadikan sebagai moment pembagian peran yang lebih jelas. Masing-masing dari kami berada pada wilayah 'pegangannya'. Satu harapan kami, semoga Iggo mampu menjadi pribadi yang kuat, namun tetap dekat dengan hati kami.
Kedua, Potensi Anak
Muhammad Rioiggo Asadfaiq, 2 bulan lagi usianya genap 5 tahun. Dia adalah anak dengan perpaduan saya dan Ayahnya. Memiliki jiwa seni yang tinggi dari Ayahnya, dan mewarisi sifat perfeksionis yang lumayan mengganggu seperti Bundanya. hehe
Kecerdasan Emosional
Menurut saya, dia memiliki kecerdasan emosional yang baik, sepertinya ini juga diwarisi dari Ayahnya. Dia jarang sekali tantrum, dan memiliki kemampuan menganalisa keadaan dengan cepat dan juga mudah diajak bernegosiasi. Mamahku dan Tantenya yang mengasuhnya pun berpendapat sama, syukurlah dia bukan tipe anak yang meletup-letup seperti Bundanya, haha.
Semangat dan Gigih
Dia memiliki semangat dan kegigihan yang tinggi, kalau ini sedikit mirip Bundanya. Jika dia sudah mempunyai keinginan, dia akan mencoba terus sampai bisa. Keinginan yang dimaksud tentunya yang sejalan dengan hobinya. Menggambar dan berenang misalnya. Dalam sehari, dia mampu membuat lebih dari 10 gambar demi terus melatih keterampilannya. Di usianya yang baru 5 tahun, dia tidak hanya bisa menggambar di kertas, tapi juga di komputer.
Ini salah satu gambar Iggo di komputer, yang akhirnya kami jadikan boneka anak.
Bagi yang mau melihat karya Iggo yang lain, bisa mengunjungi https://rioiggo.blogspot.co.id/. Sedikit banyak di sana ada karya Iggo yang sudah saya upload. Semoga konsisten upload terus, seperti konsistensi Iggo berkarya terus,
Selalu ingin mencoba dan menaklukan rasa takut
Dia selalu ingin mencoba dan menaklukan rasa takut. Sejak usia 6 bulan, kami sudah mengajaknya mengenal air, kalau cerita dari Ayahnya sih, olahraga yang disukai nabi salah satunya adalah berenang. Saya dan Ayahnya memang tidak bisa berenang, namun ingin anak kami bisa, akhirnya kami coba kenalkan dengan dunia renang berenang. Dan ia suka. Sejak saat itu, kami rajin mengajaknya berenang. Dan.... 5 Februari kemarin, dia baru saja merayakan kemulusannya saat berenang. Video bisa di lihat saja di FB saya, https://web.facebook.com/Shizzukha/videos/Iggoberenang/
Melankolis dan sayang Bunda
Dia memang anak lelaki, tapi anak lelaki yang pink hatinya. Dia mudah sekali menangis, apalagi menangisi segala hal tentang Bundanya. Dia anak yang antusias mendengar cerita mengenai proses dia dilahirkan dulu, saat menyusui, dan saat Bunda begitu khawatir jika ia sakit ataupun kenapa-kenapa.
Sifat melankolis ini ternyata bukan hanya berlaku pada Bunda kandungnya, tapi untuk Bunda kucing, Bunda ayam, Bunda tikus, Bunda Dino dll , dia bisa begitu sedih jika menemukan anak kucing yang terpisah dari Bundanya. Ataupun melihat induk ayam yang kehilangan anaknya.
Dalam setiap imajinasinya saat bermain dengan miniatur Dino, nyaris kisah mengenai Ibu dan telur Dino tidak pernah lepas di ceritanya. Saling melindungi.
Penyampai gagasan yang baik
Dalam banyak kesempatan, dia selalu mengutarakan ide-ide kegiatan akhir minggu yang perlu dilakukan keluarga. Cara berkomunikasi yang jelas dan kemampuan bernegosiasi yang baik membuat teman dan orang dewasa yang berinteraksi dengannya, mudah mengerti.
Ternyata sudah banyak saja ya curhatnya, kalau melihat Iggo tuh, bikin saya minder sendiri, apakah bisa ya saya mengimbangi dan mendorong terus kelebihan-kelebihannya itu sampai suatu hari nanti ia bisa jadi orang yang bermanfaat?
Ketiga, Potensi diri sendiri
Setelah memahami pasangan dan anak, perlu juga bagi kita, mencari potensi diri kita. Mengapa kita dihadirkan ditengah-tengah keluarga seperti ini?
Semoga ini bukan dianggap narsis ya, dan mohon koreksi apabila ada yang ternyata tidak sesuai dengan kepribadian saya.
Bersedia menerima segala keunikan
Saya dulu sempat belajar di Jurusan Pendidikan Luar Biasa, dan sempat mengajar di Sekolah Luar Biasa, murid-murid saya dulu begitu banyak mengajarkan bahwa keunikan dan perbedaan itu fitrah. Akhirnya konsep itu terbawa hingga saya berumah tangga dan memiliki anak. Saya beranggapan bahwa Iggo adalah pribadi yang unik, yang memiliki keahliannya sendiri, Alhamdulillah pandangan ini membuat saya mampu melihat kelebihan-kelebihan Iggo, hingga atas ijin Allah, Alhamdulillah Iggo mampu mengekspresikan minat dan bakatnya dengan baik. Sungguh jika bukan Allah yang memberikan petunjuk, saya tidak tahu apa-apa.
Bersedia hidup dalam kesederhanaan
Suami saya bukanlah orang kaya ataupun terlahir dari orang tua yang kaya raya. Kita nyaris memulai semuanya dari NOOOOOL, dan tidak punya apa-apa. Suami selalu mengajarkan saya untuk JANGAN pernah iri terhadap kesuksesan semu duniawi. Hiduplah sederhana, dan tetap berbuat baik. Alhamdulillah karena sejak kecil saya selalu dicontohkan demikian oleh Mamah dan Bapa, jadi hidup dalam kesederhanaan bukanlah hal yang sulit. Aamiin
Kesabaran yang cukup
Walaupun saya bukan Bunda Peri yang baik hati, Alhamdulillah masih diberikan rasa sabar yang cukup dan menggunakan energi untuk tidak marah-marah, apalagi di depan Iggo. Walaupun didepan Ayah mah masih weh sedikit guntreng-guntrengan. Hehe
Gigih dan fokus pada satu tujuan
Saya memang orang yang harus memiliki tujuan yang jelas, walaupun mampu menjalani hidup dengan mengalir tenang, tapi memiliki tujuan membuat saya lebih semangat dan berusaha semaksimal mungkin buat meraihnya. Kalau kata Ayah, sebelum Bunda mencapainya biasanya akan terus dicoba dicoba terus, sampai kebukti gagal. Alhamdulillah sifat seperti ini mengimbangi sifat pasangan yang lebih santai.
Keempat, Lingkungan
Lihatlah lingkungan dimana kita tinggal saat ini, tantangan apa saja yang ada? Mengapa kita dihadirkan di sini?
Saat ini saya tinggal di lingkungan baru, kurang lebih baru 6 bulan saya berada di sini. Di tengah orang-orang yang berupaya menjauhi riba dengan mengambil rumah dengan sistem akad dan pembayaran yang syariah, insyallah...
Walaupun belum dapat berkontribusi banyak pada lingkungan saya, namun saya bersyukur dapat tinggal di sini dan saling menguatkan, insyallah... Untuk selanjutnya saya berharap bisa memberikan kontribusi positif pada lingkungan baru saya. Amiiiin
Saat ini saya tinggal di lingkungan baru, kurang lebih baru 6 bulan saya berada di sini. Di tengah orang-orang yang berupaya menjauhi riba dengan mengambil rumah dengan sistem akad dan pembayaran yang syariah, insyallah...
Walaupun belum dapat berkontribusi banyak pada lingkungan saya, namun saya bersyukur dapat tinggal di sini dan saling menguatkan, insyallah... Untuk selanjutnya saya berharap bisa memberikan kontribusi positif pada lingkungan baru saya. Amiiiin
Sumber:
Matrikulasi Institut Ibu Profesional Batch 5 Wilayah Depok 4
Pengalaman pribadi dan keluarga
Komentar
Posting Komentar